Pertama kali mendengar nama Huawei tentu telinga kita sudah nggak terlalu asing, karena 10 tahunan yang lalu di saat internet belum seperti sekarang, nama Huawei merajai pasar modem 3G. Iya kan?
Sebenarnya bukan hanya modem saja, Huawei adalah nama besar di bidang telekomunikasi dan jaringan yang selama ini telah mendukung kelangsungan kehidupan kita sehari-hari, pasarnya bukan end-user seperti kita, melainkan perusahaan-perusahaan besar.
Lalu pada tahun 2004, Huawei resmi memasuki pasar gawai dengan meluncurkan ponsel pertama. Setelah itu Huawei rajin merilis seri ponsel dan modem seiring dengan ramainya jaringan 3G.
Saya sendiri menggunakan Huawei di era smartphone pada awal 2017, tepatnya bulan Maret, dan sejak saat itu pula saya sadar bahwa Huawei ini piawai dalam membuat smartphone.
Seri yang saya pakai sampai saat ini adalah P9 Lite, ini merupakan seri hematnya P9 Leica yang legendaris itu.
P9 Lite adalah smartphone kelas menengah yang punya fitur cukup lengkap, meskipun ada beberapa spesifikasi yang dipangkas. Tapi nyatanya ini adalah smartphone yang paling lama saya gunakan sebagai daily driver.
Saya bukan pemuja spesifikasi hardware, saya lebih mengutamakan kenyamanan.
Kenyamanan adalah kombinasi antara hardware dan software, yang boleh jadi salah satunya sering disisihkan oleh pembuat smartphone. Setelah menuliskan begitu banyak hal tentang hardware, mereka biasanya hanya menuliskan versi Android saja pada bagian software, oh sekarang ditambahi lagi dengan AI untuk mempercantik foto. Lumayan lah.
Nah, menurut saya Huawei berhasil memberikan kenyamanan dengan kombinasi dua hal di atas. Sejujurnya ini adalah kali pertama saya menggunakan smartphone Android tanpa custom ROM. Biasanya saya selalu menggunakan custom ROM karena punya beberapa fitur yang saya butuhkan, dan fitur-fitur tersebut nggak ada di stock ROM.
Ada beberapa hal penting yang saya sangat suka dari Huawei P9 Lite:
- Layar Full HD 1080p, lebih nyaman di mata karena lekukan huruf pada layar tampil lebih lembut. Perbedaannya signifikan ya kalau beralih dari layar 720p.
- Sistem operasi yang sangat stabil, meskipun dukungan cuma sampai Android 7 Nougat, tapi saya sama sekali belum pernah bermasalah baik saat menggunakan maupun saat memperbarui sistem.
- Ringan, nyaman digenggam. Ini yang cukup membuat saya cukup heran ketika memegang pertama kali. Jika dibandingkan dengan smartphone yang ukuran baterainya sama, P9 Lite lebih ringan.
- Tahan banting, berkali-kali jatuh cuma peyang di pojok-pojoknya. Mungkin karena ringan ya.
- Dingin, bahkan ketika saya pakai main game tidak ada peningkatan suhu yang signifikan.
- Hasil kamera sudah oke lah untuk kelas mid-range, sentuhan rekayasa pada software-nya pas.
- Beberapa fitur pada EMUI yang sangat berguna: Hide apps, lock apps, manage auto lauch apps, dan lain sebagainya.
Tapi apakah P9 Lite masih relevan untuk digunakan di tahun 2018? Masih gaes, tapi kebutuhan saya meningkat. Kalau cuma untuk kebutuhan dasar telepon, chat, foto-foto, dan browsing sih masih oke. Untuk bermediasosial? Berat sih, karena aplikasi-aplikasi seperti Facebook, Instagram, dan Twitter butuh dukungan hardware yang cukup tinggi, makanya mereka ramai-ramai merilis aplikasi lite.
Lalu di tahun 2018 ini apa smartphone impian saya?
Pastinya Huawei lagi, ditambah dengan kejadian konyol yang menimpa saya beberapa waktu yang lalu.
Kebutuhan saya bertambah, tentu saya butuh smartphone yang lebih powerful. Meskipun saya akan tetap menggunakan smartphone kelas mid-range. Soalnya flagship tetap kemahalan gaes. 😀
Saya butuh storage yang lebih besar
Mengingat tersiksanya menggunakan storage 32 GB (16 GB internal + 16 GB external) pada P9 Lite, maka besarnya storage jadi salah satu prioritas saya. Karena aplikasi-aplikasi yang saya butuhkan berukuran besar dan tentu saja akan semakin besar. Mau 32 atau 64 GB? Ah, kalau ada yang 128 GB kenapa tidak?
Saya butuh performa yang lebih mantap
Jelas dong, biar semakin sat-set;bat-bet untuk buka aplikasi dan menerima ratusan notifikasi setiap hari. Karena banyak hal penting yang saya lakukan di smartphone berkaitan dengan pekerjaan, seperti email, analytics, mobile banking, media sosial, dan tentu saja instant messenger yang isinya grup-grup berisik.
Untuk yang satu ini saya sejak dulu selalu berpendapat bahwa performa smartphone bukan saja tergantung pada kekuatan CPU (prosesor), tapi juga banyak dipengaruhi oleh kekuatan GPU (grafis). Karena untuk menghasilkan tampilan yang lembut dan nyaman itu adalah tugasnya GPU. Karena saya juga sering main Mobile Legends, perlu lah ditambahi GPU Turbo biar auto-win.
Saya butuh kamera bagus
Meskipun bukan orang yang hobi foto-foto apalagi selfie, saya sering menggunakan kamera untuk mengabadikan momen-momen tertentu, terutama foto anak-anak saya. Seiring berkembangnya teknologi dan standar kualitas fotografi pada smartphone, tentu mata ini rasanya kurang nyaman melihat hasil foto yang kurang detail.
Saya butuh smartphone yang tampilannya kece
Hitam, putih, dan warna solid lainnya sudah kuno menurut saya, sekarang jamannya warna gradasi yang unik dan sudah kece tanpa harus pasang case yang mahal-mahal. Lagian, saya juga lebih suka smartphone tanpa case.
Di samping menambah ukuran bodi, konyol juga kan waktu kita beli smartphone pilih yang warnanya yang keren, tapi setelah itu dipasangi case. 😐
Dari sekian banyak pilihan smartphone kelas mid-range yang ada di pasaran, pikiran saya sudah terkunci pada Huawei, karena pengalaman menggunakan P9 Lite yang masih saya sayangi, lalu pilihan saya mengerucut pada pada seri Nova terbaru yang belum lama ini secara resmi diluncurkan di Indonesia, yaitu Nova 3i. Ini merupakan penerus dari Nova 2i yang ramai juga tahun lalu.
Empat kebutuhan dasar saya ada pada Huawei Nova 3i: storage besar, performa mantap, kamera bagus, dan tampilan kece.
Di harga 3 jutaan, Nova 3i sudah dilengkapi dengan storage 128 GB, kurang apa coba? Nggak ada lagi rasa khawatir untuk memasang berbagai macam aplikasi. Kalau urusan foto dan video kan sudah terselesaikan dengan Google Photos yang siap menampung semua file di cloud server.
Untuk menghandel semua aktivitas di atasnya, smartphone ini punya prosesor besutan Huawei yang terbaru, yaitu Kirin 710. Prosesor ini merupakan penerus dari Kirin 659. Peningkatan performanya sangat signifikan, pada pengujian single-core, Kirin 710 mampu tampil 75% lebih baik, sedangkan pada pengujian multi-core 69% lebih baik. Nggak main-main kan peningkatannya?
Dipadukan dengan RAM 4 GB, GPU Turbo dan EMUI 8.2 berbasis Android 8.1, Nova 3i ini tentu bisa ngebut dengan lancar jaya. Oh iya, baterai smartphone ini berukuran 3.340 mAh, cukup buat seharian.
Iseng saya cek di laman ranking resmi Antutu, ternyata Nova 3i masuk 50 besar top global dengan skor 137687, ya meskipun nangkring di urutan 50 sih. 😀
EMUI (EMotion UI) adalah sistem operasi berbasis Android yang dikembangkan Huawei dengan tambahan fitur yang pas dengan kebutuhan saya.
Soal EMUI, Huawei sudah oke dalam meracik fitur, nggak berlebihan, karena kalau terlalu banyak fitur tambahan malah sering membuat orang bingung dan nggak terpakai akhirnya. Seperti yang selalu saya bilang sejak lama:
Wkwk. Ya begitulah, saya sudah jatuh cinta sama EMUI sejak pertama kali pakai.
Kali ini Huawei menanamkan AI dalam EMUI-nya, bukan cuma untuk mengolah foto, tapi juga untuk gaming mode, gallery, shopping, dan beberapa hal lainnya.
AI pada gaming mode akan memblokir notifikasi yang dianggap kurang penting, hal seperti ini diurusin lho sama Huawei, kan keren. 😀 Lalu ketika ada masalah pada koneksi internet saat bermain, proses switching antara WiFi dan jaringan selular nggak akan mengganggu.
Kamera yang tersemat pada Nova 3i ini ada 4, 2 di depan dan 2 di belakang. Formasinya adalah 24 MP+ 2 MP untuk selfie dan 16 MP + 2 MP untuk kamera utama.
Fitur AI pada kamera bertugas mempelajari obyek-obyek di dalam foto dan menerapkan rekayasa yang paling pas pada hasil jepretan, bukan sebatas menghilangkan jerawat lho ya. 😀 Yup, hasil jepretan yang bagus bukan lagi tergantung pada sensor kamera dan skill pengguna, tapi kepandaian AI yang mengolah foto sedemikian rupa sehingga nikmat ketika dilihat oleh khalayak.
Hal terakhir yang bikin saya mupeng sama Nova 3i adalah warna Iris Purple-nya. Menurut saya ini adalah langkah berani dari Huawei, karena warna ini mirip banget sama seri P20 Pro yang harganya tiga kali lipatnya. Jadi nggak perlu menunggu P20 Pro jadi 3 jutaan kan? 😀
Di bagian belakang warnanya memukau, dan di bagian depan ada layar sebesar 6,3 inci dibalut dengan bezel yang sangat tipis sehingga mampu memberi tampilan full-view yang elegan. Sekarang kita bisa memiliki layar yang besar tanpa harus kehilangan grip yang nyaman.
Semakin mupeng lagi waktu beberapa hari yang lalu teman saya ternyata sudah pakai Nova 3i, kesan pertama terasa mewah dan smartphone ini punya build-quality yang solid.
Harga Nova 3i di pasaran saat ini sekitar 3,6 jutaan, sepertinya nabungnya nggak usah lama-lama ya. 😀
Semoga bisa segera meminangnya.
waaah, jadi ceritanya dari huawei ke Huawei ini? gak pengen jadi fanboy aja kak?
Nggak kak.. Saya pilih yg murah aja. Wkwk.
wkwkwk rodo ILFIL sama EMUI :)))
Wkwk.. ROM paling enak itu.